Sunday, August 28, 2005

aku ingin sepertimu...

sebut saja namanya udin, dia temanku.bagiku, tidak ada yang istimewa dari dirinya kecuali....semangat hidupnya...kemauan dan kerja kerasnya...dan...semangat belajarnya yang tinggi.
aku kenal udin sejak aku masih sekolah dasar. Ketika aku masuk SMP, udin harus puas hanya menikmati ijazah SD saja (ijazah-nya pun ada atau tidak). Orangtuanya bercerai dan ayahnya menikah lagi, udin kecil tidak cocok tinggal dengan ibu tirinya, sehingga dia tinggal layaknya burung gereja, menclok sana menclok sini, dirumah uwak, tempat nenek, rumah teman, musholla, atau dimanapun yang penting tidak kehujanan dan alhamdulillah kalo dapat makan.
dari kecil udin sudah bekerja, dari jual koran, asongan, tukang cuci piring, koki di kafe tenda, atau apapun yang bisa dikerjakan dan dapat secuil upah. aku dan teman2 ta'lim pernah mencicipi masakannya. waktu itu dia membuat spaghetti saus ayam...ehhhhm
lumayan uenak, meskipun saat itu kami buat terlalu banyak. bayangkan....satu tampah, sedang kami saat itu cuma ber-tujuh, akhirnya sisanya kami limpahkan ke teman2 lain yang ada di musholla.
saat itu, kalo tidak salah aku sudah SMP, udin kecil diajak temanku untuk ikut ke kampungnya di sulawesi selatan, tepatnya di Maccopa. disana dia diajak mondok (yang tentu saja gratis, karena temanku sudah duluan mondok disana dan orangtuanya bersedia
bertanggungjawab terhadap udin). akhirnya udin kecil pergi mondok disana, sambil bekerja membantu mengurus kebun milik temanku itu. disana udin bekerja memetik cengkeh. udin cerita, untuk memetik cengkeh harus pake tangga yang puluhan meter tingginya, dan pohon2 cengkeh itu umumnya berada diatas2 bukit/tebing. bayangkan, kalo jatuh sudah gak bisa dicari mayatnya, ujarnya saat bercerita.
dari pengalamannya mondok disana, udin kecil lumayan mapan pemahaman agamanya, selain tentu saja hapalan alqur'an-nya. setelah cukup lama dipondok, dia minta ijin pulang ke jakarta dulu karena kangen sama orangtua dan berjanji akan balik lagi jika sudah ada
ongkosnya.
sekembalinya udin dari maccopa, setelah puas melepas rindu bersama keluarga, udin kecil mengisi hari-harinya mengajar anak2 kampung kami belajar mengaji. ups...bukan hanya mengaji namun belajar agama (dari aqidah, shiroh, fikih, dll). udin tidak membiarkan anak2 itu main tidak ada juntrungannya, bahkan menurutku saat itu udin lumayan tegas dan keras pada murid2nya. saat itu musholla kami semarak,terutama habis maghrib, anak2 (terutama banyak dari kalangan tidak mampu) mengisi aktifitasnya dari
magrib hingga isya, bahkan hingga jam 9 malam jika besoknya libur. aktifitas ini tidak dipungut biaya sedikitpun oleh udin. dia berprinsip, sudah ada yang mau ngaji saja sudah bagus. namun demikian, anak2 seringkali membawakan makanan buat 'ustadz-nya'
(barangkali itu wujud rasa sayang mereka). Bagaimana dengan aku saat itu..? saat itu aku cuma membantu mengajarkan iqro jilid satu buat anak2 yang under seven year. lucu juga yaa..mengajar anak2 itu, ketika aku tuntun membaca (satu persatu dan duduk berhadapan
denganku) lalu aku suruh perhatikan bukunya, mereka malah memperhatikan wajahku dengan tatapan polosnya. aku suruh lagi lihat bukunya, mereka malah terus mendongakan wajahnya ke wajahku, dan tentu saja membuatku jadi tidak bisa menahan tawa (i miss that episode).
belum genap setahun aktifitas ini berlangsung, udin berniat balik lagi ke maccopa, karena dari sana dia ditawarkan untuk bekerja di malaysia timur sebagai guru ngaji. jadilah udin berangkat ke malaysia. Disana dia mengajar ngaji privat pada sebuah keluarga. namun
karena udin tidak punya paspor maupun visa, akhirnya udin tidak diperbolehkan mengajar, meskipun keluarga tsb sebenarnya tidak keberatan dan merasa senang dengan udin. atas bantuan dari keluarga tsb, akhirnya udin bekerja di perkebunan kelapa sawit. disana udin berkenalan dengan seorang gadis dayak, dan sudah berniat melamarnya. namun takdir memaksa udin mengurungkan niatnya, karena pada hari dimana dia akan
menghadap orangtua si gadis, pemerintah Malaysia melakukan sweeping besar2an kepada penduduk illegal,terutama dari Indonesia. eksodus besar2an terjadi, dan udin ada diantara mereka. seluruh uang jerih payahnya selama bekerja di malaysia di sita. nikah gak jadi, uang di sita, dipulangkan ke Indonesia, begitulah udin.
sekembalinya udin ke kampungku, kembali dia mengajar anak2 muridnya yang dulu. dari perbincangan kami, saat itu udin merasa harus punya pekerjaan tetap buat masa depannya, katanya. aku membicarakan apakah dia mau buat warung kopi atau warung makan atau apalah warung2 yang lain. aku katakan padanya, aku ada rumah di cibitung, kosong belum ditempati, namun aku belum punya uang buat modalin bikin usaha, kataku saat itu. udin bilang dia bersedia menunggu, sambil usaha cari pinjaman buat modal.
namun takdir berkata lain. berdasarkan informasi dari seorang ikhwan ta'lim yg sama2 kami ikuti, seorang ustadz memberitahukan bahwa ada sebuah sekolah internasional bernafaskan islam, membutuhkan seorang guru tahfidz untuk anak2 SD. pengelola sekolah yg kebetulan kenal dengan ustadz ini minta dicarikan satu ikhwan untuk mengisi posisi tersebut.
singkat cerita, si udin akhirnya diterima bekerja di sekolah internasional tsb (tentunya dengan masa percobaan). pada pengelola sekolah udin berterus terang, bahwa secara formal, dia hanya tamatan SD, dia juga cerita bahwa dia pernah mondok, dan bekerja sebagai guru ngaji di malaysia. barangkali dengan pertimbangan tersebut akhirnya udin diterima, tentu saja selain karena kemampuannya dibidang yang sedang dibutuhkan sekolah itu.
lantunan reff lagu padi terdengar...........ponselku berbunyi...nomor baru,pikirku.....haloo... hai..assalamu'alaikum...tanno..ini ana, udin. ternyata si udin yg telepon (sudah punya HP dia), dia memberikan dua kabar, yang satu kabar baik, satunya
lagi kabar buruk.aku tanya padanya, kabar baiknya apa? dia bilang,dia sudah diangkat jadi karyawan tetap di sekolah tsb (alhamdulillah, kataku saat itu). Lantas kabar buruknya apa din, kataku. Insya Allah bulan depan ana nikah (hahhhhhh....aku kaget mendengarnya), tentu saja dia bercanda bilang ini kabar buruk. Dia bilang dia belum punya cukup uang untuk nikah (minta ditunda beberapa bulan), namun pihak perempuan bilang tidak apa2. akhirnya dari pinjaman sana-sini udin menikah juga di bogor 12 sept 2004, sehari setelah aku menikah. niatnya aku mau hadir bersama istriku, namun selain karena fisikku masih lelah (bukan ape2, meladeni tamu hingga larut malam) juga karena tidak di ijinkan oleh mertuaku (pamali katanya), akhirnya aku cuma bisa kirim SMS. subuhnya dia sms aku, "hai...sudah bisa tembus belum..?" (emangnya togel...pikirku).
kurang dari dua minggu yang lalu, udin menawarkan kambing aqiqah murah buat anakku yang baru lahir (kambing dari karawang katanya), kami sepakat bertemu di ta'lim untuk kemudian ke kontrakannya di daerah rawalumbu. usai talim aku kaget juga ketika dia
ternyata membawa supra fit (miliknya sendiri), sedikit demi sedikit ngumpulin katanya. dikontrakannya kulihat sudah ada TV 20", Tape yg bisa CD,VCD,MP3,dispenser yg
bisa panas dan dingin, dan sederetan perpustakan kecil.
begitulah temanku udin, jika aku lihat hidupnya, dipenuhi keajaiban. sungguh benar kata ALLAH bahwa dia akan memberikan rezeki dari jalan yang tidak disangka-sangka, tentu saja buat hambanya yang bertaqwa.
secara formal, udin hanya lulusan SD, namun anak tunggal BIGBOSS tempatku bekerja saja menjadi muridnya di sekolah internasional tersebut (small world).
aku akan selalu menjadi temanmu......
salam penuh cinta
Tanno K Helaw
_ahya